Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) Pasal 1 ayat 13, mencantumkan bahwa saat ini konselor
merupakan salah satu tenaga pendidik. Yang mana hal tersebut merupakan
indicator secara tidak langsung bahwa konselor sudah mulai di butuhkan dalam
suatu intitusi pendidikan. Cavanagh
(1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa
karakteristik sebagai berikut :
1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge)
Disini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara
nyata apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan masalah apa yang
harus dia selesaikan.
2.
Kompetensi (Competence)
Kompetensi dalam karakteristik ini memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. kompetensi
sangatlah penting, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan
kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan
bahagia.
3.
Kesehatan Psikologis yang Baik
Seorang konselor dituntut untuk dapat menjadi model
dari suatu kondisi kesehatan psikologis yang baik bagi kliennya, yang mana hal
ini memiliki pengertian akan ketentuan dari konselor dimana konselor harus
lebih sehat kondisi psikisnya daripada klien. Kesehatan psikolpgis
konselor yang baik sangat penting dan berguna bagi hubungan konseling. Karena
apabila konselor kurang sahat psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan
sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan.
4.
Dapat
Dipercaya (trustworthness)
Kualitas ini berarti bahwa konselor
itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi klien.
5.
Kejujuran
(honest)
Yang dimaksud dengan Kejujuran disini memiliki pengertian
bahwa seorang konselor itu diharuskan memiliki sifat yang terbuka,
otentik, dan sejati dalam pembarian layanannya kepada konseli. Jujur
disini dalam pengertian memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam
kualitas diri actual (real-self) dengan penilain orang lain
terhadap dirinya (public self).
6.
Kekuatan
atau Daya (strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam
konseling, sebab dengan hal itu klien merasa aman. Klien memandang seorang
konselor sebagi orang yang, tabaha dalam menghadapi masalah, dapat mendorong
klien dalam mengatasi masalahnya, dan dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah
pribadi.
7.
Kehangatan
(Warmth)
Yang dimaksud dengan bersikap hangat itu adalah ramah,
penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan
konselor, pada umumnya yang kurang memilki kehangatan dalam hidupnya, sehingga
ia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikanperhatian, dan kasih
sayang. Melalui konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan
melakukan Sharing dengan konseling. Bila hal itu diperoleh maka klien dapat
mengalami perasaan yang nyaman.
8.
Pendengar
yang Aktif (Active responsiveness)
Konselor secara dinamis telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor
yang memiliki kualitas ini akan: (a) mampu berhubungan dengan orang-orang
yang bukan dari kalangannya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan,
(b) membantu klien dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu, (c)
memperlakukan klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang
bermakna, (d) berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan
klien dalam konseling.
9.
Kesabaran
Melaui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat
membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor
menunjukan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang
sabar cenderung menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa.
10.
Kepekaan
(Sensitivity)
Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang
timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat
penting dalam konseling karena hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan
klien akan lebih percaya diri apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki
kepekaan.
11.
Kesadaran
Holistik
Pendekatan
holistik dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara utuh dan
tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor
seorang yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor
perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan
memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang
lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial,
seksual, dan moral-spiritual.
Kesimpulan
Meskipun
terdapat berbagai karakteristik yang harus dipenuhi untuk mencapainya proses
konseling yang baik, disarankan seorang calon konselor untuk dapat selalu
membenahi dan memperbaiki dirinya kearah yang labih baik dan lebih mendekatkan
diri pada yang maha kuasa serta memperkuat ilmu agama agar konseling yang
dilaksanakan lebih berjalan dengan baik serta sesuai dengan kaidah-kaidah yang
ada dalam agama. Selain itu, karakteristik konselor dapat mendorong timbulnya public
trust terhadap diri seorang konselor.
Daftar Pustaka
· Surya, Mohamad. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: C.V.
Pustaka Bani Quraisy
· Syamsu, Yusuf, Juntika. 2005. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Rosda
· Juntika,
Ahmad. 2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Refika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar