Minggu, 19 November 2017

Budaya Mengantri di Indonesia



Apa sih mengantri itu ? Antri adalah suatu kegiatan dimana menunggu sejenak sesuai dengan susunan, hingga mendapatkan pelayanan sesuai dengan prosuder dan aturan yang ada. Sikap untuk mengantri sendiri memiliki arti sebagai sikap dimana setiap orang memiliki kesadaran diri untuk saling menghargai orang lain yang telah menunggu terlebih dahulu dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan agar tercipta suatu keharmonisan. 

Apa pentingnya mengantri ?
Kebiasaan mengantri memiliki implikasi luas dan juga berjangka panjang. Dalam dunia pendidikan, budaya mengantri menunjukkan tingkat kesadaran social yang tinggi pada anak-anak. Sebuah kesadaran tentang betapa pentingnya menghargai hak orang lain dalam kehidupan social.
Seperti sebuah ungkapan yang diucapkan oleh seorang guru di Australia yang menjadi viral beberapa waktu yang lalu, “Kami tidak terlalu khawatir anak-anak kami tidak pandai matematika. Kami jauh lebih kawatir jika mereka tidak punya budaya mengantri”. Betapa pentingnya budaya mengantri sampai-sampai seorang guru menekankan muridnya untuk lebih memahami dan melaksanakan kebiasaan mengantri dibandingkan dengan mengerti tentang matematika.
Namun budaya antri sepertinya masih jauh dari kehidupan masyarakat Indonesia. Saling serobot dan membuat antrian baru meskipun sudah ada jalur antrian sehingga membuat penumpukan antrian dan terjadilah antrian yang tidak tertib merupakan ciri khas mengantri di Indonesia. Mengantri seolah menjadi aktivitas yang tidak menyenangkan, mengapa hal tersebut bisa demikian? apakah karakter orang Indonesia yang memang tidak berdisiplin dan penghargaan terhadap orang lain rendah sehingga membuat antrian sulit sekali tertib ? Itulah salah satu penyebabnya, namun sistem atau aturan antrian juga menjadi penyebab.
Kedisiplinan masyarakat Indonesia memang rendah, dan kita juga harus jujur mengakuinya karena sudah banyak bukti tentang hal tersebut. Kemudian penghargaan terhadap orang lain makin kurang, tampilannya ingin dihargai tetapi tidak bisa menghargai orang lain. Seringkali kita melihat dalam sebuah antrian panjang, telah terdapat orang-orang yang mengantri dengan tertib dalam waktu yang lama. Namun ketika terdapat orang-orang yang kemudian menyerobot antrian, apakah ada konsekuensi terhadap orang tersebut?, sangat sering orang yang menyerobot antrian mendapatkan pelayanan terlebih dahulu dibandingkan dengan orang-orang yang mengantri. sBagaimana rasanya orang-orang yang sudah mengantri ? pastinya jengkel, marah, dan suasana emosi negatif lainnya, dan hal inilah yang menstimulasi orang-orang yang awalnya mengantri dengan tertib kemudian ikut-ikutan menyerobot dan rusaklah antrian yang awalnya tertib tadi.
Jika kita bisa bandingkan dengan budaya antri di negara-negara lainnya seperti negara jepang yang terkenal dengan kedisiplinan dan ketertiban yang tinggi, di sana semua orang sudah memiliki rasa kedisiplinan dan ketertiban yang sudah melekat pada diri masing-masing individunya, mereka akan merasa malu jika tidak mentaati peraturan yang ada. Sistem di sana juga selalu mengutamakan orang yang mengabtri dengan tertib dan mengikuti peraturan yang ada. Orang-orang yang menyerobot antrian mendapatkan sindiran dari orang-orang yang telah mengantri terlebih dahulu. Bahkan orang-orang yang mengantri diam saja ketika ada penyerobot bukan berarti tidak peduli namun karena mereka mengetahui bahwa penyerobot antrian tidak akan mendapatkan pelayanan. Sistemlah yang membuat tertib mengantri.
Indonesia membutuhkan sistem yang tegas bagi masyarakat Indonesia dalam mengantri. Dengan program revolusi mental yang intinya kita harus berubah ke arah yang lebih baik termasuk dalam hal mengantri, semoga mengantri dengan tertib dapat menjadi budaya masyarakat kita. Mengantri lurus ke belakang, maju secara teratur, bukan umpel-umpelan. Semuanya ingin nyaman dalam mengantri, mari kita mengantri dengan tertib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume Buku Struktur Fundamental Pedagogik "The World"

Dengan istilah “dunia” (the world), Freire merujuk kepada realitas budaya. Dunia bukan sebuah realitas yang sudah tersedia sebagaimana real...